KONSEP KELUARGA
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS:
Mahasiswa akan dapat :
•Definisi keluarga
•Tipe-tipe keluarga
•Struktur dan fungsi keluarga
•Tumbuh kembang keluarga
•Tugas perkembangan keluarga
•Keperawatan kesehatan keluarga
•Tugas kesehatan keluarga
•Peran perawat keluarga
Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat. Dalam keperawatan, keluarga merupakan salah satu sasaran asuhan keperawatan. Keluarga memegang peranan penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit pada anggota keluarganya. Nilai yang dianut keluarga dan latar belakang etnik/kultur yang berasal dari nenek moyang akan mempengaruhi interpretasi keluarga terhadap suatu penyakit. Masalah kesehatan dan adanya krisis perkembangan dalam suatu keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain karena keluarga merupakan satu kesatuan (unit).
1.Definisi Keluarga
Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :
a.Reisner (1980)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek.
b.Logan’s (1979)
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling berinteraksi satu sama lain.
c.Gillis (1983)
Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti sebagaimana unit individu.
d.Duvall
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
e.Bailon dan Maglaya
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
f.Johnson’s (1992)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.
g.Lancester dan Stanhope (1992)
Dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling menikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.
h.Jonasik and Green (1992)
Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua sifat (keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya).
i.Bentler et. Al (1989)
Keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan seperti pertalian darah/ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
j.National Center for Statistic (1990)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah.
k.Spradley dan Allender (1996)
Satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
l.BKKBN (1992)
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.
Istilah-istilah dalam keluarga:
•Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
•Keluarga Berencana
Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
•Kualitas keluarga
Kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
•Kemandirian keluarga
Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan keejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab.
•Ketahanan Keluarga
Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
•NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera)
Suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan keluarga sejahtera terdiri dari:
•Prasejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB
•Sejahtera I
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
•Sejahtera II
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi
•Sejahtera III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat
•Sejahtera III plus
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
•Terdiri dari dua orang atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi
•Biasanya anggota keluarga tinggal bersama atau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama lain
•Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri
•Mempunyai tujuan (menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota)
Ciri-ciri keluarga menurut Stanhope dan Lancaster (1995):
•Diikat dalam suatu tali perkawinan
•Ada hubungan darah
•Ada ikata batin
•Ada tanggung jawab masing-masing anggota
•Ada pengambilan keputusan
•Kerjasama diantara anggota keluarga
•Komunikasi interaksi antar anggota keluarga
•Tinggal dalam satu rumah
2.Tipe/Bentuk Keluarga
Keluarga merupakan salah satu bagian dari bidang garap dunia keperawatan, oleh karena itu supaya perawat bisa memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, perawat harus memahami tipe keluarga yang ada..
A.Tradisional
•The Nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak
•The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
•Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah memisahkan diri.
•The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.
•The extended family
Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan
•The single parent family
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan)
•Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”
•Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
•Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll)
•Blended family
Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
•The single adult living alone/single adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)
B.Non-Tradisional
•The unmarried teenage mother
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah
•The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri
•Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
•The nonmarital heterosexsual cohabiting family
Keluarga yan ghidup bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
•Gay and lesbian families
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana ”marital pathners”
•Cohabitating couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena beberapa alasan tertentu
•Group-marriage family
Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan anak.
•Group network family
Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
•Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
•Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
•Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
3.Struktur dan Fungsi Keluarga
A.Struktur Keluarga
Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang ada dapat bersifat kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu, sebagai menantu, dll yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang berbeda. Pola hubungan itu akan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga. Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan dari keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur keluarga yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau merusak fungsi keluarga.
Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur:
a. Struktur egalisasi : masing-masing keluarga mempunyai hak yang sama dalam menyampaikan pendapat (demokrasi)
b. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi
c. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka : mendorong kejujuran dan kebenaran (honesty and authenticity)
d. Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada peraturan
e. Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksakan (permisivenes)
f. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam dan kasar)
g. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)
h. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)
Menurut Friedman (1988) struktur keluarga terdiri atas:
a.Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti : sender, chanel-media, massage, environtment dan reciever.
Komunikasi dalam keluarga yang berfungsi adalah:
1). Karakteristik pengirim yang berfungsi
• Yakin ketika menyampaikan pendapat
• Jelas dan berkualitas
• Meminta feedback
• Menerima feedback
2). Pengirim yang tidak berfungsi
Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan dasar/data yang obyektif)
Ekspresi yang tidak jelas (contoh: marah yang tidak diikuti ekspresi wajahnya)
Jugmental exspressions, yaitu ucapan yang memutuskan/menyatakan sesuatu yang tidak didasari pertimbangan yang matang. Contoh ucapan salah benar, baik/buruk, normal/tidak normal, misal: ”kamu ini bandel...”, ”kamu harus...”
Tidak mampu mengemukakan kebutuhan
Komunikasi yang tidak sesuai
3). Karakteristik penerima yang berfungsi
•Mendengar
•Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengalaman)
•Memvalidasi
4). Penerima yang tidak berfungsi
•Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar
•Diskualifikasi, contoh : ”iya dech.....tapi....”
•Offensive (menyerang bersifat negatif)
•Kurang mengeksplorasi (miskomunikasi)
•Kurang memvalidasi
5). Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi
•Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih, gembira
•Komunikasi terbuka dan jujur
•Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga
•Konflik keluarga dan penyelesaiannya
6). Pola komunikasi di dalam keluarga yang tidak berfungsi
•Fokus pembicaraan hanya pada sesorang (tertentu)
•Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi
•Kurang empati
•Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri
•Tidak mampu memfokuskan pada satu isu
•Komunikasi tertutup
•Bersifat negatif
•Mengembangkan gosip
b.Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami atau anak.
Perilaku peran
Peranan ayah : pencari nafkah, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala keluarga, sebaagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
Peranan ibu : mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-naknya, pelindung dan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, serta bisa berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.
Peranan anak : melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual
c. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan (potensial atau aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke arah positif.
Tipe struktur kekuatan:
•Legitimate power/authority (hak untuk mengontrol, seperti orang tua terhadap anak)
•Referent power (seseorang yang ditiru)
•Resource or expert power (pendapat ahli)
•Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan diterima)
•Coercive power (pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya)
•Informational power (pengaruh yang dilalui melalui proses persuasi)
•Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih misalnya hubungan seksual)
Hasil dari kekuatan tersebut yang akan mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga seperti::
•Konsensus
•Tawar menawar atau akomodasi
•Kompromi atau de facto
•Paksaan
d.Nilai-nilai keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.
B. Fungsi Keluarga
Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun eksternal
Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga memerlukan dukungan secara psikologi antar anggota keluarga, apabila dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi emosional seperti marah, depresi dan perilaku yang menyimpang
Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah.
Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah:
•Fungsi afektif dan koping
Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
•Fungsi sosialisasi
Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.
•Fungsi reproduksi
Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan.
•Fungsi ekonomi
Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat
•Fungsi fisik
Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.
Fungsi keluarga menurut Allender (1998):
•Affection
1). Menciptakan suasana persaudaraan/menjaga perasaan
2). Mengembangkan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual
3). Menambah anggota baru
•Security and acceptance
1). Mempertahankan kebutuhan fisik
2). Menerima individu sebagai anggota
•Identity and satisfaction
1). Mempertahankan motivasi
2). Mengembangkan peran dan self image
3). Mengidentifikasi tingkat sosial dan kepuasan aktivitas
•Affiliation and companionship
1). Mengembangkan pola komunikasi
2). Mempertahankan hubungan yang harmonis
•Socialization
1). Mengenal kultur (nilai dan perilaku)
2). Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal
3). Melepas anggota
•Controls
1). Mempertahankan kontrol sosial
2). Adanya pembagian kerja
3). Penempatan dan menggunakan sumber daya yang ada
Fungsi keluarga menurut BKKBN (1992):
•Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
•Fungsi sosial budaya : membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
•Fungsi cinta kasih : memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga
•Fungsi melindungi : melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman
•Fungsi reproduksi : meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga
•Fungsi sosialisasi dan pendidikan : mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik
•Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang
•Fungsi pembinaan lingkungan
Fungsi keluarga dengan usila:
Fungsi keluarga harus dimodifikasi untuk mengetahui kebutuhan yang spesifik pada usila dan memfokuskan pada:
•Memperhatikan kebutuhan fisik secara penuh
•Memberikan kenyamanan dan support
•Mempertahankan hubungan dengan keluarga dan masyarakat
•Menanamkan perasaan pengertian hidup
•Manajemen krisis
4.Sistem Keluarga
Keluarga dipandang sebagai system sosial terbuka yang ada dan berinteraksi dengan sistem yang lebih besar (suprasistem) dari masyarakat (misal: plitik, agama, sekolah dan pemberian pelayanan kesehatan). System keluarga terdiri dari bagian yang saling berhubungan (anggota keluarga) yang membentuk berbagai macam pola interaksi (subsistem). Seperti pada seluruh sistem, sistem keluarga mempunyai dua tujuan baik impisit maupun eksplisit, yang berbeda berdasarkan tahapan dalam siklus hidup keluarga, nilai keluarga dan kepedulian individual anggota keluarga.
Karakteristik dari sistem keluarga (sistem terbuka):
a.Komponen: dalam suatu keluarga masing-masing anggota mempunyai sifat interdependensi, interaktif dan mutual.
b.Batasan : dalam suatu keluarga pasti adanya batasan (filter) yang digunakan untuk menyeleksi informasi yang masuk dan keluar. Batasan masing-masing keluarga akan berbeda tergantung dari beberapa faktor seperti : sosial, budaya, ekonomi,dll.
c.Keberadaan : keluarga merupakan bagian dari sistem yang lebih luas yaitu masyarakat
d.Terbuka (batas yang permeable) dimana di dalam keluarga terjadi pertukaran antar sistem
e.Mempunyai : masing-masing keluarga mempunyai organisasi/struktur yang akan berpengaruh di dalam fungsi yang ada dari anggotanya.
5.Tumbuh Kembang Keluarga
Keluarga sebagaimana individu berubah dan berkembang setiap saat. Masing-masing tahap perkembangan mempunyai tantangan, kebutuhan, sumber daya tersendiri, dan meliputi tugas yang harus dipenuhi sebelum keluarga mencapai tahap yang selanjutnya.
Menurut Duval tahap perkembangan keluarga adalah sebagai berikut:
•Tahap pembentukan keluarga
Dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan dengan membentuk rumah tangga
•Tahap menjelang kelahiran anak
Tugas utama untuk mendapat kan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan
•Tahap menghadapi bayi
Keluarga mengasuh, mendidik dan memberikan kasih sayang kepada anak, karena pada tahap ini kehidupan bayi sangat tergantung pada kedua orangtuanya.
•Tahap menghadapi anak prasekolah
Pada tahap ini anak mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebayanya, tetapi sangat rawan dengan masalah kesehatan. Anak sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya.
•Tahap menghadapi anak sekolah
Tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas sekolah anak, dan meningkatkan pengetahuan umum anak.
•Tahap menghadapi anak remaja
Tahap ini paling rawan, karena pada tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orangtua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan.
•Tahap melepas anak ke masyarakat
Melepas anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga
•Tahap berdua kembali
Setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress.
•Tahap masa tua
Tahap ini masuk ke tahap lansia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia fana ini.
Mc Goldrick dan Carter (1985) mengembangkan model tahap kehidupan keluarga yang didasari oleh ekspansi, kontraksi, dan penyusunan kembali (realigment) dari hubungan keluarga yang memberikan support terhadap masuk, keluar dan perkembangan anggota keluarga. Model ini diberikan dengan menggunakan aspek emosional, transisi, perubahan dan tugas yang diperlukan untuk perkembangan keluarga.
Tahap lingkaran kehidupan keluarga
Tahap lingkaran kehidupan keluarga Proses emosional transisi Perubahan status keluarga yang dibutuhkan untuk perkembangan
Keluarga dengan anak dewasa yang belum menikah Menerima pemisahan dengan orang tua
•Mengembangkan hubungan saudara yang intim
•Pemisahan dengan keluarga
•Mampu bekerja sendiri
Keluarga yang baru menikah Komitmen dengan sistem baru
•Membentuk sistem keluarga
•Menyusun kembali hubungan dengan ekstended family dan teman-teman
Keluarga dengan anak muda/anak yang masih kecil Menerima generasi baru dari anggota yang ada dalam sistem • Mengambil peran orangtua
•Menyusun kembali hubungan dengan ekstended family terhadap peran orangtua dan kakek nenek
•Menyediakan tempat untuk anaknya
Keluarga dengan anak remaja Meningkatkan fleksibilitas keluarga dari ketergantunga anak
•Perubahan hubungan orang tua-anak dari masuk remaja ke arah dewasa
•Memfokuskan kembali pada masa mencari teman dekat dan karir
•Memulai perubahan perhatian untuk generasi yang lebih tua
Keluar dan pindahnya anak-anak Menerima sistem yang keluar dan masukj dalam jumlah yang banyak ke dalam kelurga
•Membicarakan kembali sistem perkawinan sebagai keluarga dyad
•Mengembangkan hubungan orang dewasa ke orang dewasa diantara anak-anak yang sudah besar dengan orang tua
•Menyesuaikan hubungan termasuk kepada menantu dan cucu
•Menerima ketidakmampuan dan kematian dari orang tua (kakek/nenek)
Keluarga lansia Menerima perubahan dari peran generasi
•Mempertahankan diri sendiri dan atau pasangan dalam fungsi dan minat dalam menghadapi penurunan fisiologis, eksplorasi terhdap keluarga baru dan pilihan peran sosial
•Mendukung lebih banyak peran sentral untuk generasi pertengahan
•Membuat ruang sistem untuk hal-hal yang bijaksana dan pengalaman pada saat dewasa akhir, mendukung generasi yang lebih tua tanpa memberikan fungsi yang berlebihan kepada mereka
•Menerima kehilangan pasangan, sibling, dan teman sebaya dan mempersiapkan untuk kematian diri sendiri, menerima dengan pandangan dan keutuhan
Tahap perkembangan keluarga menurut Spradley:
a.Pasangan baru (keluarga baru)
•Membina hubungan dan kepuasan bersama
•Menetapkan tujuan bersama
•Mengembangkan keakraban
•Membina hubungan dengan kelaurga lain, teman, kelompok sosial
•Diskusi tentang anak yang diharapkan
b.Child bearing (menanti kelahiran)
•Persiapan untuk bayi
•Role masing-masing dan tanggung jawab
•Persiapan biaya
•Adaptasi dengan pola hubungan seksual
•Pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua
c.Keluarga dengan anak pra-remaja
•Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan keluarga
•Merencanakan kelahiran anak kemudian
•Pembagian tanggung jawab dengan anggota keluarga
d.Keluarga dengan anak sekolah
•Menyediakan aktivitas untuk anak
•Biaya yang diperlukan semakin meningkat
•Kerjasama dengan penyelenggara kerja
•Memperhatikan kepuasan anggota kelaurga dan pasangan
•Sistem komunikasi keluarga
e.Keluarga dengan anak remaja
•Menyediakan fasilitas dengan kebutuhan yang berbeda
•Menyertakan remaja untuk tanggung jawab dalam keluarga
•Mencegah adanya gap komunikasi
•Mempertahankan filosuf hidup dalam keluarga
f.Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
•Penataan kembali fasilitas dan sumber-sumber
•Penataan kembali tanggung jawab antar anak
•Kembali suasana suami istri
•Mempertahankan komunikasi terbuka
•Meluasnya keluarga dengan pelepasan anak dan mendapatkan menantu
g.Keluarga dengan usia pertengahan
•Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
•Tanggung jawab semua tugas rumah tangga
•Keakraban pasangan
•Mempertahankan kontak dengan anak
•Partisipasi aktivitas sosial
h.Keluarga dengan usia lanjut
•Persiapan dan menghadapi masa pensiun
•Kesadaran untuk saling merawat
•Persiapan suasana kesepian dan perpisahan
•Pertahankan kontak dengan anak cucu
•Menemukan arti hidup
•Mempertahankan kontak dengan masyarakat
6.Keperawatan Kesehatan Keluarga
Health care activities, health beliefs, and health values merupakan bagian yang dipelajari dari sebuah keluarga. Sehat dan sakit merupakan bagian dari kehidupan, perilaku individu menunjukkan sebagaimana anggota keluarga yang harus dipelajari. Friedman (1992) mengidentifikasi dengan jelas kepentingan pelayanan keperawatan yang terpusat pada keluarga (family-centered nursing care), yaitu:
•Keluarga terdiri dari anggota yang saling ketergantungan satu sama lainnya (interdependent) dan berpengaruh dengan yang lainnya. Jika salah satu sakit maka anggota keluarga yang lain juga merupakan bagian yang sakit.
•Adanya hubungan yang kuat diantara keluarga dengan status kesehatan anggotanya, maka anggota keluarga sangat penting peranannya dalam setiap pelayanan keperawatan
•Tingkat kesehatan anggota keluarga sangat signifikant dengan aktivitas di dalam promosi kesehatannya
•Keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga dapat sebagai indikasi problem yang sama di dalam anggota yang lainnya
Pada spesialisasi sekarang ini, pelayanan kesehatan, terutama pelayanan pengobatan, pengawasan kesehatan keluarga dan koordinasi macam-macam pelayanan kesehatan oleh tim kesehatan makin menjadi kewajiban perawat. Sehubungan dengan adanya spesialisasi dan superspesialisasi dalam pengobatan, maka orientasi pelayanan kesehatan serta cara-cara penyampaian berubah dari orientasi rumah sakit ke masyarakat, dari orientasi penyakit ke kesehatan dan dari orientasi pengobatan ke pencegahan dan peningkatan kesehatan.
Perawatan kesehatan keluarga (Family Health Nursing) adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarannya. Dalam perawatan kesehatan masyarakat, yang menerima pelayanan perawatan dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu: tingkat individu, tingkat family atau keluarga dan tingkat community atau masyarakat.
Tingkat individu
Perawat memberi pelayanan perawatan kepada individu dengan kasus-kasus tertentu, pasien dengan TBC, pasien dengan DM, ibu hamil dan sebagainya yang mereka jumpai di poliklinik. Perawat melihat kasus ini sebagai individu dengan memperhatikan atau tanpa memberi perhatian kepada keluarga atau masyarakat dimana pasien ini adalah anggotanya. Individu yang menjadi sasaran perawatan dan yang menjadi pusat perhatian adalah masalah kesehatan individu itu serta pemecahan masalahnya. Keluarga pasien tidak mutlak diikutsertakan dalam pemecahan masalah.
Tingkat keluarga
Dalam tingkatan ini yang menjadi sasaran pelayanan adalah keluarga. Yang dimaksud keluarga di sini adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Dalam tingkatan ini, anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan akan dirawat sebagai anggota keluarga. Yang menjadi pusat dari perawatan adalah keluarga. Maka perawat akan menghadapi pasien yaitu keluarga dengan ibu hamil, keluarga dengan ayah berpenyakit TBC, keluarga dengan anak retardasi mental, dll.
Tingkat masyarakat
Masyarakat adalah kumpulan dari keluarga-keluarga. Kata masyarakat mengandung arti geografis dan sosio-budaya. Yang menjadi obyek dan subyek perawatan adalah kelompok masyarakat pada daerah tertentu dengan permasalahan kesehatan, misalnya masyarakat dengan kejadian demam berdarah atau cholera
7.Beban kasus keluarga
Beban kasus keluarga (family case load) adalah jumlah macam kasus dalam keluarga yang dipelihara/dibina oleh seorang perawat dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya keluarga yang ditangani oleh perawat adalah keluarga-keluarga yang mempunyai masalah dan kebanyakan keluarga ini adalah keluarga dengan penghasilan yang rendah. Hal ini akan dimengerti karena kebutuhan akan pelayanan dan bimbingan perawatan lebih tinggi pada kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah,.
Dalam pemberian perawatan keluarga pengambilan keputusan tetap pada keluarga. Perawat hanya membantu keluarga dalam mendapatkan keterangan dan pandangan yang realistik terhadap masalah keunggulan dan kelemahan tiap tindakan yang mereka hadapi. Sehingga semua penentuan kebijakan dan keputusan adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab keluarga, dimana perawat hanya memfasilitasinya.
8.Tugas kesehatan keluarga
Seperti individu, keluargapun mempunyai cara-cara tertentu untuk mengatasi masalah kesehatan. Kegagalan dalam mengatasinya akan mengakibatkan penyakit atau sakit terus menerus dan keberhasilan keluarga untuk berfungsi sebagai satu kesatuan akan berkurang. Dalam perawatan kesehatan keluarga, kata-kata ”mengatasi dengan baik”, diartikan sebagai kesanggupan keluarga untuk melaksanakan tugas pemeliharaan kesehatannya sendiri. Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman adalah:
•Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga. Ini ada hubungannya dengan kesanggupan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan pada setiap anggota keluarga.
•Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
•Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda
•Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga
•Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan. Ini menunjukkan pemanfaatan dengan baik akan fasilitas-fasilitas kesehatan
9.Peran perawat keluarga
Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:
•Pendidik
•Koordinator
•Pelaksana
•Pengawas kesehatan
•Konsultan
•Kolaborasi
•Fasilitator
•Penemu kasus
•Modifikasi lingkungan.
Daftar pustaka
Bailon, S.G. dan Maglaya, A.S.,. 1997. Family health Nursing: The Process. Philiphines: UP College on Nursing Diliman
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC
Shirley, M. H. H. 1996. Family Health Care Nursing : Theory, Practice, and Research. Philadelphia : F. A Davis Company
Rabu, 08 Juni 2011
Minggu, 05 Juni 2011
Askep HIPERBILIRUBIN
HIPERBILIRUBIN
A. PENGERTIAN
• Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
• Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
• Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
• Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
• Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314)
B. ETIOLOGI
• Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
• Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
• Gangguan konjugasi bilirubin.
• Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup.
• Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
• Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
C. MANIFESTASI KLINIS
• Kulit berwarna kuning sampe jingga
• Pasien tampak lemah
• Nafsu makan berkurang
• Reflek hisap kurang
• Urine pekat
• Perut buncit
• Pembesaran lien dan hati
• Gangguan neurologik
• Feses seperti dempul
• Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
• Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
- Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI
• Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
• Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
• Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
• Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
• Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
• Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
• Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
• Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
• Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
• Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
H. PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
• Pengawasan antenatal yang baik
• Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
• Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
• Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
• Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
• Pemberian makanan yang dini.
• Pencegahan infeksi.
I. KOMPLIKASI
• Retardasi mental - Kerusakan neurologis
• Gangguan pendengaran dan penglihatan
• Kematian.
• Kernikterus.
J. PENATALAKSANAAN
• Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
• Tindakan khusus
Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
Terapi transfuse
digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
Menyusui bayi dengan ASI
Terapi sinar matahari
• Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
Pathways:
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN
A. PENGKAJIAN
o Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses. Pemeriksaan fisik
o Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
o Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
o Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, perpisahan dengan anak.
o Hasil Laboratorium :
- Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
2) Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.
3) Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
4) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
C. INTERVENSI
Dx I : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik / normal.
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
o Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
o Tidak ada luka / lesi pada kulit
o Perfusi jaringan baik
o Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
o Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Pressure Management
Intervensi :
o Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
o Hindari kerutan pada tempat tidur
o Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
o Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
o Monitor kulit akan adanya kemerahan.
o Oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang tertekan
o Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
DX II : Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama proses keperawatan
diharapkan suhu dalam rentang normal.
NOC : Termoregulation
Kriteria hasil :
o Suhu tubuh dalam rentang normal
o Nadi dan respirasi dalam batas normal
o Tidak ada perubahan warna kulit
o Pusing berkurang/hilang.
Indicator skala :
1. Selalu terjadi
2. Sering terjadi
3. Kadang terjadi
4. Jarang terjadi
5. Tidak pernah terjadi
NIC : Fever treatment
o Monitor suhu sesering mingkin
o Monitor warna dan suhu kulit
o Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi
o Monitor intake dan output
DX III : Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama proses keperawatan
diharapkan tidak ada resiko cidera.
NOC : risk control
Kriteria hasil :
o Klien terbebas dari cidera
o Klien mampu menjelaskan metode untuk mencegah injuri/ cidera
o Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri.
Indicator Skala :
1. tidak pernah menujukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5.selalu menunjukan
NIC : Pencegahan jatuh
o Kaji status neurologis
o Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tujuan dari metode pengamanan
o Jaga keamanan lingkungan keamanan pasien
o Libatkan keluiarga untuk mencegah bahaya jatuh
o Observasi tingkat kesadaran dan TTV
o Dampingi pasien
Dx IV : Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeerawatan selama proses keperawatan diharapkan keluarga dan pasien tidak cemas.
NOC I : Control Cemas
Kriteria Hasil :
o Monitor intensitas kecemasan.
o Menyingkirkan tanda kecemasan.
o Menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
NOC II : Koping
Kriteria Hasil :
o Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya.
o Nilai keluarga dalam mengatur masalah-masalah.
o Melibatkan anggota keluarga untuk membuat keputusan.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NIC : Penurunan Kecemasan
Intervensi :
o Tenangkan klien.
o Jelaskan seluruh prosedur pada klien/keluarga dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan.
o Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
o Sediakan aktivitas untuk mengurangi kecemasan.
NIC II : Peningkatan Koping.
o Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit.
o Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan.
o Dukung keterlibatan keluarga dengan cara tepat.
Dx V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan keluarga dapat mendapat pengetahuan mengenai penyakit yang diderita anaknya.
NOC : Knowledge : Disease Process
Kriteria Hasil :
o Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
o Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
o Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NIC : Teaching : Disease Process
Intervensi :
o Jelaskan patofisiolagi dari penyakit
o Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang benar
o Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
o Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
o Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan proses pengontrolan penyakit.
D. EVALUASI
Dx I : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
Kriteria Hasil :
o Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (skala 5)
o Tidak ada luka / lesi pada kulit (skala 5)
o Perfusi jaringan baik (skala 5)
o Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang (skala 5)
o Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami (skala 5)
Dx II : Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.
Kriteria Hasil :
o Suhu tubuh dalam rentang normal (skala 1)
o Nadi dan respirasi dalam batas normal (skala 1)
o Tidak ada perubahan warna kulit (skala 1)
o Pusing berkurang/hilang (skala 1)
Dx III : Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
Kriteria Hasil :
o Klien terbebas dari cidera (skala 5)
o Klien mampu menjelaskan metode untuk mencegah injuri/ cidera (skala 5)
o Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri. (skala 5)
Dx IV : Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
NOC I : Control Cemas
Kriteria Hasil :
o Monitor intensitas kecemasan. (skala 5)
o Menyingkirkan tanda kecemasan. (skala 5)
o Menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan. (skala 5)
NOC II : Koping
Kriteria Hasil :
o Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya. (skala 5)
o Nilai keluarga dalam mengatur masalah-masalah. (skala 5)
o Melibatkan anggota keluarga untuk membuat keputusan. (skala 5)
Dx V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
Kriteria Hasil :
o Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan (skala 5)
o Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar (skala 5)
o Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya (skala 5)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doengoes,M.E. 1999. Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Http://www.medicastore.com
Http://www.google.com
Jhonson,Marion,dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC) Edisi 2. St. Louis ,Missouri ; Mosby.
Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Mc Closkey, Joanner. 1996 . Iowa Intervention Project Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis :Mosby.
Santosa,Budi . 2005 - 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.
Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Separman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 2. Jakar
A. PENGERTIAN
• Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
• Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
• Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
• Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
• Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314)
B. ETIOLOGI
• Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
• Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
• Gangguan konjugasi bilirubin.
• Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup.
• Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
• Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
C. MANIFESTASI KLINIS
• Kulit berwarna kuning sampe jingga
• Pasien tampak lemah
• Nafsu makan berkurang
• Reflek hisap kurang
• Urine pekat
• Perut buncit
• Pembesaran lien dan hati
• Gangguan neurologik
• Feses seperti dempul
• Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
• Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
- Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI
• Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
• Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
• Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
• Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
• Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
• Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
• Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
• Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
• Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
• Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
H. PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
• Pengawasan antenatal yang baik
• Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
• Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
• Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
• Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
• Pemberian makanan yang dini.
• Pencegahan infeksi.
I. KOMPLIKASI
• Retardasi mental - Kerusakan neurologis
• Gangguan pendengaran dan penglihatan
• Kematian.
• Kernikterus.
J. PENATALAKSANAAN
• Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil
Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
• Tindakan khusus
Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
Terapi transfuse
digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
Menyusui bayi dengan ASI
Terapi sinar matahari
• Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
Pathways:
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN
A. PENGKAJIAN
o Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses. Pemeriksaan fisik
o Riwayat penyakit
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.
o Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
o Pengkajian psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, perpisahan dengan anak.
o Hasil Laboratorium :
- Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
2) Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.
3) Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
4) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
C. INTERVENSI
Dx I : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik / normal.
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
o Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
o Tidak ada luka / lesi pada kulit
o Perfusi jaringan baik
o Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
o Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Pressure Management
Intervensi :
o Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
o Hindari kerutan pada tempat tidur
o Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
o Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
o Monitor kulit akan adanya kemerahan.
o Oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang tertekan
o Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
DX II : Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama proses keperawatan
diharapkan suhu dalam rentang normal.
NOC : Termoregulation
Kriteria hasil :
o Suhu tubuh dalam rentang normal
o Nadi dan respirasi dalam batas normal
o Tidak ada perubahan warna kulit
o Pusing berkurang/hilang.
Indicator skala :
1. Selalu terjadi
2. Sering terjadi
3. Kadang terjadi
4. Jarang terjadi
5. Tidak pernah terjadi
NIC : Fever treatment
o Monitor suhu sesering mingkin
o Monitor warna dan suhu kulit
o Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi
o Monitor intake dan output
DX III : Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama proses keperawatan
diharapkan tidak ada resiko cidera.
NOC : risk control
Kriteria hasil :
o Klien terbebas dari cidera
o Klien mampu menjelaskan metode untuk mencegah injuri/ cidera
o Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri.
Indicator Skala :
1. tidak pernah menujukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5.selalu menunjukan
NIC : Pencegahan jatuh
o Kaji status neurologis
o Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tujuan dari metode pengamanan
o Jaga keamanan lingkungan keamanan pasien
o Libatkan keluiarga untuk mencegah bahaya jatuh
o Observasi tingkat kesadaran dan TTV
o Dampingi pasien
Dx IV : Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeerawatan selama proses keperawatan diharapkan keluarga dan pasien tidak cemas.
NOC I : Control Cemas
Kriteria Hasil :
o Monitor intensitas kecemasan.
o Menyingkirkan tanda kecemasan.
o Menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
NOC II : Koping
Kriteria Hasil :
o Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya.
o Nilai keluarga dalam mengatur masalah-masalah.
o Melibatkan anggota keluarga untuk membuat keputusan.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NIC : Penurunan Kecemasan
Intervensi :
o Tenangkan klien.
o Jelaskan seluruh prosedur pada klien/keluarga dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan.
o Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
o Sediakan aktivitas untuk mengurangi kecemasan.
NIC II : Peningkatan Koping.
o Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit.
o Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan.
o Dukung keterlibatan keluarga dengan cara tepat.
Dx V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan keluarga dapat mendapat pengetahuan mengenai penyakit yang diderita anaknya.
NOC : Knowledge : Disease Process
Kriteria Hasil :
o Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
o Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
o Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NIC : Teaching : Disease Process
Intervensi :
o Jelaskan patofisiolagi dari penyakit
o Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang benar
o Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
o Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
o Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan proses pengontrolan penyakit.
D. EVALUASI
Dx I : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
Kriteria Hasil :
o Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (skala 5)
o Tidak ada luka / lesi pada kulit (skala 5)
o Perfusi jaringan baik (skala 5)
o Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang (skala 5)
o Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami (skala 5)
Dx II : Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.
Kriteria Hasil :
o Suhu tubuh dalam rentang normal (skala 1)
o Nadi dan respirasi dalam batas normal (skala 1)
o Tidak ada perubahan warna kulit (skala 1)
o Pusing berkurang/hilang (skala 1)
Dx III : Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
Kriteria Hasil :
o Klien terbebas dari cidera (skala 5)
o Klien mampu menjelaskan metode untuk mencegah injuri/ cidera (skala 5)
o Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri. (skala 5)
Dx IV : Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
NOC I : Control Cemas
Kriteria Hasil :
o Monitor intensitas kecemasan. (skala 5)
o Menyingkirkan tanda kecemasan. (skala 5)
o Menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan. (skala 5)
NOC II : Koping
Kriteria Hasil :
o Keluarga menunjukkan fleksibilitas peran para anggotanya. (skala 5)
o Nilai keluarga dalam mengatur masalah-masalah. (skala 5)
o Melibatkan anggota keluarga untuk membuat keputusan. (skala 5)
Dx V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
Kriteria Hasil :
o Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan (skala 5)
o Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar (skala 5)
o Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya (skala 5)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doengoes,M.E. 1999. Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Http://www.medicastore.com
Http://www.google.com
Jhonson,Marion,dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC) Edisi 2. St. Louis ,Missouri ; Mosby.
Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Mc Closkey, Joanner. 1996 . Iowa Intervention Project Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis :Mosby.
Santosa,Budi . 2005 - 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.
Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Separman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 2. Jakar
Rabu, 01 Juni 2011
ASKEP MENINGITIS
Definisi
Meningitis adalah radang umum araknoidia,leptomeningitis.(perawatan anak sakit,1984:232).
Meningitis adalah suatu peradangan selaput otak yang biasanya diikuti pula oleh peradangan otak.(penyakit dalam dan penanggulangan,1985).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).
Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid.
Organisme ( virus/ bakteri ) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melalui aliran darah didalam pembuluh darah otak. Cairan hidung ( secret hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar ), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik kecranial maupun kesaraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.
Klasifikasi meningitis
1. Meningitis purulenta
adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.
Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
2. Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah hemofilus influenza, diplococcus pneumonia, streptococcus grup A, stapilococcus aurens, E.coli, klebsiela, dan pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak
akan mengalami infark.
Meningitis virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti :herpes simplek dan herpes zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik factor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC ) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotic) walau gejala gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi factor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
Manifestasi Klinik
• Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku
• Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor
• Sakit kepala
• Sakit sakit pada otot
• Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien.
• Adanya disfungsi pada saraf III, IV, VI
• Pergerakan motorik pada awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan biasa terjadi hemiparesis, hemiplagia, dan penurunan tonus otot
• Reflex brudzinski dan reflex kernig positif
• Nausea
• Vomiting
• Takikardia
• Kejang
• Pasien merasa takut dan cemas
Pemeriksaan Diagnostic
1. analisa CSS dan fungsi lumbal
• Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri
• Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus
2.Glukosa serum : meningkat
3. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri
• Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri)
• Elektrolit darah : abnormal
4.LED : meningkat
Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi /mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi
5. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel ; hematum daerah serebral, hemoragik maupun tumor
Penatalaksanaan
Pengobatan biasanya diberikan antibiotik :
ANTIBIOTIK:
Penicillin G
ORGANISME:
Pneumococci
Meningococci
Streptococci
ANTIBIOTIK:
Gentamycin
ORGANISME:
Klebsiella
Pseodomonas
Proleus
ANTIBIOTIK:
Chlorampenikol
ORGANISME:
Haemofilus influenza
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS
PENGKAJIAN PASIEN DENGAN MENINGITIS :
Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.
Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).
Pengkajian psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Pemeiksaan fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara
Umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
Conginetal ( abses otak ).
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan
Dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ). Takikardi, distritmia
( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis )
3. Eleminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
4. Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut )
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
5. Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut )
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat ) . Pareslisia,
Terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi ( kerusakan
Pada saraf cranial ). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas ( minimitis ) . Timbul
Kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti
Diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ). Fotopobia ( pada minimtis ). Ketulian
( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,
Adanya hulusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda : - status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga
Koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ).
-Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala
Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial )
-Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
- Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya
( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus ).
-Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ) . Karakteristik fasial (wajah ) ; perubahan pada
Fungsi motorik da nsensorik ( saraf cranial V dan VII terkena )
-Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal . Otot
Mengalami hipotonia /flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis ). Spastik
( encephalitis).
-Hemiparese hemiplegic ( meningitis / encephalitis )
- Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya
Iritasi meningeal ( fase akut )
-Regiditas muka ( iritasi meningeal )
- Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif
- Refleks abdominal menurun.
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh
Ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis / mengeluh.
8. Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai
Koma ) dan gelisah.
9. Keamanan
Gejala : - Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis
Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,
Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
- Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh
Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
-Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda : - suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil
-Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic
- Gangguan sensoris
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap ( penyebaran ) infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh.
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak ; mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain
Intervensi
a. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung, maupun staf.
Rasional ; menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi ( mis : individu yang mengalami infeksi saluran napas atas )
b. Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi.
Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari setelah suhu turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu minggu / berbulan bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen / sepsis.
c. Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam.
Rasionalisasi ; Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan.
d. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
Rasionalisasi ; Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis.
e. Kolaborasi tim medis
Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas individu. Catatan ; obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram negative, jamur, amoeba.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.
Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat kesadaran , mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.
Intervensi
a. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.
Rasional : perubahan tekanan CSS mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
b. Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.
Rasional : pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menntukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral.
c. Pantau masukan dan keluaran . catat karakteristik urine, turgor kulit, dan keadaan membrane mukosa.
Rasional : hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.
d. Berikantindakan yang memberikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional : meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan.
e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral.
f. Berikan obat sesuai indikasi.
3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : tidak mengalami kejang atau penyerta atau cedera lain.
Intervensi
a. Pantau adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
Rasional : mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap.
Rasional : melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan / gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak.
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya keadaan.
Rasional : menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia.
d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin ( dilantin ), diazepam , fenobarbital.
Rasional : merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang .catatan : fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda / gejala dari peningkatan TIK.
4. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting .
Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
c. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot daerah leher /bahu.
Rasional : dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang menimbulkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
d. Berikan analgetik, seperti asetaminofen dan kodein
Rasional : mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.
Catatan : narkotik merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak akuratan dalam pemeriksaan neurologis.
5. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung ( hospitalisasi ).
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak : mengikuti dan mendiskusikan rasa takut, mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi, tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi
a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien / keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau non verbal.
Rasional : gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
b. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala.
Rasional : meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu dan menurunkan ansietas.
c. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit.
Rasional : penting untuk menciptakan kepercayan karena diagnosa meningitis mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga
d. Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin.
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.
e. Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang.
Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri pasien dan melindungi pasien dri rasa malu.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard. E. 1992. Ilmu Kesehatan. Bagian 2. Jakarta : EGC
Carpebito,Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC
Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
by Khaidir muhaj di 22:46
Meningitis adalah radang umum araknoidia,leptomeningitis.(perawatan anak sakit,1984:232).
Meningitis adalah suatu peradangan selaput otak yang biasanya diikuti pula oleh peradangan otak.(penyakit dalam dan penanggulangan,1985).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).
Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid.
Organisme ( virus/ bakteri ) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melalui aliran darah didalam pembuluh darah otak. Cairan hidung ( secret hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar ), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik kecranial maupun kesaraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.
Klasifikasi meningitis
1. Meningitis purulenta
adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.
Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
2. Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah hemofilus influenza, diplococcus pneumonia, streptococcus grup A, stapilococcus aurens, E.coli, klebsiela, dan pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak
akan mengalami infark.
Meningitis virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti :herpes simplek dan herpes zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik factor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC ) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotic) walau gejala gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi factor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
Manifestasi Klinik
• Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku
• Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor
• Sakit kepala
• Sakit sakit pada otot
• Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien.
• Adanya disfungsi pada saraf III, IV, VI
• Pergerakan motorik pada awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan biasa terjadi hemiparesis, hemiplagia, dan penurunan tonus otot
• Reflex brudzinski dan reflex kernig positif
• Nausea
• Vomiting
• Takikardia
• Kejang
• Pasien merasa takut dan cemas
Pemeriksaan Diagnostic
1. analisa CSS dan fungsi lumbal
• Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri
• Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus
2.Glukosa serum : meningkat
3. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri
• Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri)
• Elektrolit darah : abnormal
4.LED : meningkat
Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi /mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi
5. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel ; hematum daerah serebral, hemoragik maupun tumor
Penatalaksanaan
Pengobatan biasanya diberikan antibiotik :
ANTIBIOTIK:
Penicillin G
ORGANISME:
Pneumococci
Meningococci
Streptococci
ANTIBIOTIK:
Gentamycin
ORGANISME:
Klebsiella
Pseodomonas
Proleus
ANTIBIOTIK:
Chlorampenikol
ORGANISME:
Haemofilus influenza
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS
PENGKAJIAN PASIEN DENGAN MENINGITIS :
Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.
Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).
Pengkajian psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Pemeiksaan fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara
Umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
Conginetal ( abses otak ).
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan
Dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ). Takikardi, distritmia
( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis )
3. Eleminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
4. Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut )
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
5. Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut )
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat ) . Pareslisia,
Terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi ( kerusakan
Pada saraf cranial ). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas ( minimitis ) . Timbul
Kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti
Diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ). Fotopobia ( pada minimtis ). Ketulian
( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan,
Adanya hulusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda : - status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga
Koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ).
-Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala
Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial )
-Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
- Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya
( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus ).
-Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ) . Karakteristik fasial (wajah ) ; perubahan pada
Fungsi motorik da nsensorik ( saraf cranial V dan VII terkena )
-Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal . Otot
Mengalami hipotonia /flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis ). Spastik
( encephalitis).
-Hemiparese hemiplegic ( meningitis / encephalitis )
- Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya
Iritasi meningeal ( fase akut )
-Regiditas muka ( iritasi meningeal )
- Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif
- Refleks abdominal menurun.
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh
Ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis / mengeluh.
8. Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai
Koma ) dan gelisah.
9. Keamanan
Gejala : - Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis
Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,
Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
- Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh
Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
-Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda : - suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil
-Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic
- Gangguan sensoris
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap ( penyebaran ) infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh.
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak ; mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain
Intervensi
a. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung, maupun staf.
Rasional ; menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi ( mis : individu yang mengalami infeksi saluran napas atas )
b. Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi.
Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari setelah suhu turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu minggu / berbulan bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen / sepsis.
c. Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam.
Rasionalisasi ; Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan.
d. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
Rasionalisasi ; Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis.
e. Kolaborasi tim medis
Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas individu. Catatan ; obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram negative, jamur, amoeba.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.
Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat kesadaran , mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.
Intervensi
a. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.
Rasional : perubahan tekanan CSS mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
b. Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.
Rasional : pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menntukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral.
c. Pantau masukan dan keluaran . catat karakteristik urine, turgor kulit, dan keadaan membrane mukosa.
Rasional : hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.
d. Berikantindakan yang memberikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional : meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan.
e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral.
f. Berikan obat sesuai indikasi.
3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : tidak mengalami kejang atau penyerta atau cedera lain.
Intervensi
a. Pantau adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
Rasional : mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap.
Rasional : melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan / gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak.
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya keadaan.
Rasional : menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia.
d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin ( dilantin ), diazepam , fenobarbital.
Rasional : merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang .catatan : fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda / gejala dari peningkatan TIK.
4. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.
b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting .
Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
c. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot daerah leher /bahu.
Rasional : dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang menimbulkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
d. Berikan analgetik, seperti asetaminofen dan kodein
Rasional : mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.
Catatan : narkotik merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak akuratan dalam pemeriksaan neurologis.
5. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung ( hospitalisasi ).
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak : mengikuti dan mendiskusikan rasa takut, mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi, tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
Intervensi
a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien / keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau non verbal.
Rasional : gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
b. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala.
Rasional : meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidaktahuan dan dapat membantu dan menurunkan ansietas.
c. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang prognosa penyakit.
Rasional : penting untuk menciptakan kepercayan karena diagnosa meningitis mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan pada pasien dan juga keluarga
d. Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin.
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan kemandirian.
e. Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang.
Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan akan harga diri pasien dan melindungi pasien dri rasa malu.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard. E. 1992. Ilmu Kesehatan. Bagian 2. Jakarta : EGC
Carpebito,Lynda Juall. 2006. Diagnosa Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC
Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
MENINGITIS PURULENTA
I. PENDAHULUAN
Meningitis Purulenta (Meningitis Bakteria) sering dijumpai, meskipun terdapat kemoterapeutik yang secara in vitro mampu membunuh mikroorganisme (MO) penyebab infeksi tersebut. Walaupun jumlah kematian yang dilaporkan akibat berbagai penyakit infeksi telah menurun 10 – 20 kali sejak tahun 1935, tetapi kematian akibat meningitis purulenta hanya mengalami penurunan setengahnya.(1)
Meningitis termasuk dalam kedaruratan medis yang tinggi dan diagnosis dini, cepat, dan tepat merupakan hal yang penting. Adanya kecurigaan yang tinggi terhadap adanya meningitis mengharuskan kita melakukan pemeriksaan laboratorium dengan segera, karena resiko kematian atau kerusakan yang ireversible adalah sangat besar, kecuali pengobatan dimulai dengan segera. (2,3)
II. DEFINISI
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan medula spinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan subaraknoida dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medula spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. (4)
Meningitis dibagi dalam beberapa kelompok, dalam hal ini akan diuraikan tentang Meningitis purulenta atau Meningitis bakterialis, yaitu suatu peradangan selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus (purulen), disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. (5)
III. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO
¬Etiologi penyakit ini dihubungkan dengan usia penderita dan sejumlah faktor predisposisi penjamu terhadap infeksi bakteri atau perubahan respons terhadap invasi MO. Tetapi perlu diingat bahwa setiap MO dapat menimbulkan penyakit pada setiap usia. (1,6) Berikut ini tabel etiologi meningitis berdasarkan kelompok umur.
Tabel 1. Penyebab umum meningitis purulenta (1,2,5,6,7)
Organisme Kelompok Umur Ulasan
Streptococcus serogrouf B (Streptococcus agalactiae) Neonatus – usia 3 bulan Sebanyak 25% ibu membawa streptococcus serogroup B di vaginanya. Profilaksis ampisilin selama persalinan pada wanita dengan resiko tinggi (ketuban yang sudah lama pecah, demam, dll) atau pada wanita pembawa akan menurunkan kejadian infeksi pada bayi. Dilaporkan juga adanya kasus yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenza type B yang terjadi pada periode neonatal.
Escherichia coli Neonatus Merupakan penyebab pada lebih kurang 40% kasus meningitis neonatal.
Haemophilus influenza Anak-anak 5 bulan – 5 tahun Bayi < 3 bulan dapat mengandung antibodi dalam serum yang diperoleh dari ibunya dan anak umur > 3 – 5 tahun mempunyai antibodi yang kuat terhadap Haemophilus influenza (HI). Sehingga selama masa ini infeksi HI jarang terjadi. Pemberian vaksin HIB dapat menurunkan MO HI.
Organisme Kelompok Umur Ulasan
Neisseria meningitidis Bayi – 5 tahun dan orang dewasa muda Merupakan komplikasi dari meningokoksemia yang tersering yaitu fokal infeksinya dari nasofaring. Pencegahan dapat diberikan vaksin polisakarida terhadap serogrouf A, C, Y, dan W135.
Streptococcus pneumonia Semua kelompok umur Sering terjadi pada pneumonia, juga pada matoiditis, sinusitis dan fraktur tulang basiler.
Pseudomonas, Stafilococcus, Salmonella, atau Seratia Pada anak-anak > 12 tahun Jika respons penjamu terganggu atau terdapat kelainan-kelainan anatomik, maka mikroorganisme-mikroorganisme tersebut dapat menginfeksi.
Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis antara lain: 1) Infeksi sistemik maupun fokal (septikemia, otitis media supurativa kronik, demam tifoid, tuberkulosis paru-paru); 2) Trauma dan tidakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anestesi lumbal, operasi/tindakan bedah saraf); 3) Penyakit darah, penyakit hati; 4) Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi; 5) Kelainan yang berhubungan dengan imunosupression misalnya alkoholisme, agamaglobulinemia, diabetes melitus; 6) Gangguan/kelainan obstretik dan ginekologis. (1,4)
IV. PATOFISIOLOGI
Secara umum invasi kuman ke susunan saraf pusat (SSP) terjadi setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba di SSP melalui lintasan-lintasan berikut: kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke SSP perkontinuitatum. Sutura memberikan kesempatan untuk invasi secara ini. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke SSP secara langsung.(6)
Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal terkena radang dahulu. Dari arteritis itu kuman dapat tiba di liquor dan meningens serta otak. Saraf-saraf tepi juga dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman-kuman untuk tiba di SSP melalui perineurium. Sebenarnya ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau “Blood Brain Barrier”. Pada toksemia atau septikemia “blood brain barrier” (BBB) terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus, sehingga protein plasma, leukosit serta kuman dapat masuk ke SSP. Dengan demikian proses radang dan reaksi imunologi dapat berkembang di SSP. (6)
Pada meningitis purulenta paling sering terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen, berasal dari tempat infeksi yang jauh; bakteriemia sering mendahului atau terjadi bersamaan dengan meningitis. Kuman-kuman masuk ke SSP secara hematogen atau langsung menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia), dan jantung (endokarditis). Selain itu perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan trombosis sinus kavernosus. Invasi kuman-kuman (meningokok, pneumokok, haemophilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus. (1,5,6)
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke dua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit PMN dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag. (6)
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, udem otak, dan degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis purulenta dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibropurulen menyebabkan kelainan nervi kranialis (Nn. III, IV, VI, VII, dan VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorpsi CSS, sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikan. (1,4,6,7)
V. GAMBARAN KLINIS
Pada anak, gambaran klinis berbeda dengan dewasa. Umumnya meningitis purulenta terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, napsu makan berkurang, minum sangat kurang, konstipasi, diare. (1,3,4,8) Biasanya disertai septikemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada ± 44% anak dengan penyebab haemophilus influenza, 25% oleh sreptokokus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskiularis deseminata (DIC). (6)
Tada-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, Bruzinski, pontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. (4)
Pada dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi, dan takikardi karena septikemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala bisa hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah meningeal, tetapi dapat juga disebabkan oleh peningkatan tekanan intra kranial yang disertai fotofobia dan hiperestesi. Suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills).(4) Kejang terjadi sekitar 20% kasus, koma 5 – 10% kasus dan berakibat prognosis yang buruk, dan kelumpuhan saraf kranial pada 5% kasus. (8)
VI. DIAGNOSIS
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat diketahui sebabnya, letargi, muntah, kejang dan lain-lainnya, harus dipikirkan kemungkinan meningitis. Diagnosis pasti ialah dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal, apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya harus dilakukan pungsi lumbal. Kadang-kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapati kelainan apapun. Keadaan demikian ini dapat dijumpai pada penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika, tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun pungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk terjadinya meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan. (1,2,4)
Pada meningitis purulenta stadium akut terdapat leukosit PMN. Jumlah sel berkisar antara 1000 –10.000 /mm3 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000 /mm3, dapat disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000 /mm3, maka kemungkinannya adalah abses otak yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. (4)
Kadar protein meningkat umumnya di atas 75 mg%, kadar klorida umumnya di bawah 700 mg%, kadar glukosa sangat turun, bila lebih rendah dari 20 mg%, malahan bisa mencapai 0 mg%. Hal terakhir ini belum diketahui sebab-sebabnya. (4)
Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat menyokong diagnosa adalah : 1) Imunodiagnostik, yaitu pemeriksaan counter imunoelecthrophoresis dan CSS, aglutinasi lateks, dan ELISA; 2) Pneumo-angiografi; 3) Foto polos tengkorak; 4) Foto dada; 5) Pemeriksaan EEG; 6) CT scan dan MRI; 7) Pemeriksaan lainnya, tes tuberkulin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik, pemeriksaan elektrolit diperlukan pada meningitis serosa karena dapat terjadi dehidrasi dan hiponatremia terutama dalam 48-72 jam pertama. Pemeriksaan darah tepi untuk menghitung leukosit dan memperoleh gambaran hitung jenis sel. (1,2,4)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Meningismus, pada meningismus juga terjadi iritasi meningieal, nyeri kepala, kaku kuduk, tanda kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan anak yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsilitis, pneumonia, pielitis, dapat terjadi bersamaan dengan apendisitis akut, demam tifoid, erisipelas, malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak meninggalkan gejala sisa. (1,4)
Meningitis aseptik, merupaka radang selaput otak yang akut dan bersifat self limited. Dalam CSS terdapat peningkatan limfosit, tetapi CSS tetap steril dan kadar glukosa normal. (1,2,4)
Meningitis tuberkulosa, memberikan gambaran klinis yang hampir sama, namun dapat dibedakan dengan pemeriksaan lumbal pungsi, dengan gambaran CSS yang serous dan jumlah sel antara 10 – 500 /mm3 dan kebanyakan limfosit. Kadar glukosa rendah, antara 20 – 40 mg%. Kadar klorida < 600 mg%.(1,2,4)
Infeksi lain, abses otak, abses intrakranial atau spinal epidural, endokarditis bakteri disertai emboli, empiema subdural dengan atau tromboflebitis dan tumor otak dapat menunjukan gejala-gejala yang sama. Untuk membedakannya tergantung atas pemeriksaan CSS. (1,4)
VIII. KOMPLIKASI
Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, empiema subdural, ventrikulitis, abses serebri, skuele neurologis berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi CSS yang berlebih, gangguan elektrolit. Pada pengawasan yang lama mungkin akan ditemukan tanda-tanda retardasi mental, epilepsi maupun meningitis berulang. (1,4,5)
IX. PENGOBATAN
Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap di rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif. (2,5,6)
Perawatan Umum; penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat, maka penderita perlu dirawat di ruang isolasi. Penderita yang dalam keadaan renjatan dan koma harus memperoleh perawatan dan pengobatan yang intensif. Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat, perlu diberikan oksigen dan apabila terjadi respiratori distress maka perlu pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi. (4)
Pemberian caiaran parenteral harus dipantau secara seksama. Adanya dehidrasi harus diperbaiki. Keseimbangan antara cairan yang masuk dan keluar harus dijaga sebaik-baiknya. Dalam rangka pemberian cairan ini, unsur elektrolit diperhitungkan. Dengan demikian keseimbangan elektrolit harus dipertahankan. Adanya hiponatremi atau hipokalemi, harus segera diatasi. (3,4)
Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah kemungkinan adanya kejang, DIC, hiperpireksia, udem otak, dekubitus, flebitis, serta kekurangan gizi (dietnya). (4)
Penanganan status konvulsivus; bila masuk status konvulsivus diberikan diazepam 0,5 mg/kgbb/kali intravena yang dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama, tetapi diberikan secara intramuskuler. Setelah kejang dapat diatasi, berikan penobarbital untuk dosis awal neonatus 30 mg, anak < 1 tahun 50 mg, anak > 1 th 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumatan diberikan penobarbital dengan dosis 8 – 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4 – 5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua dosis. Bila tidak tersedia diazepam dapat diberikan langsung penobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumatan. (5)
Pemberian antibiotika, pemberian antibiotika harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri penyebab dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan spektrum luas dan sebaiknya diberikan secara parenteral. Karena penyebab utama meningitis purulenta di Indonesia (Jakarta) ialah haemophilus influenza dan pneumokokus, sedangkan meningokokus jarang sekali, maka diberikan ampisilin intravena sebanyak 200 – 400 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 – 6 dosis ditambah kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukan hasil yang normal, pengobatan seperti tersebut di atas masih dilanjutkan dua hari lagi, tetapi bila masih belum normal pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang sama seperti di atas atau diganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman. (1,3,4,5,8)
Meningitis purulenta menduduki tempat tersendiri karena biasanya disebabkan oleh basil Coliform dan Stafilokokus, malahan di RSCM 40,5% dari kasus yang disebabkan Salmonela sp. Maka pengobatan yang dianjurkan sebagai berikut: Pilihan pertama Sefalosporin 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam dua dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kgbb/hari intravena dilanjutkan dengan 15 mg/kgbb/hari atau dengan gentamisin 6 mg/kgbb/hari masing-masing dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan pada neonatus ialah 21 hari. Sefalosporin dan Kotrimoksazol tidak diberikan pada bayi berumur < 1 minggu. (1,4,8)
X. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan beberapa penyakit pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan ditegakkannya diagnosis, antibiotika yang diberikan, serta adanya kondisi patologik lainnya yang menyertai meningitis. (5)
2. Jawetz E, Menlick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi ke-20. EGC, Jakarta, 1995; 699-719.
3. Garna H, Widjaya J, Rustama DS, Rahman O, Sjahrodji AM. Pedoman Terapi Ilmu Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. Bina Budaya Bandung, Bandung, 1993; 107-109.
4. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. PERDOSSI. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1996; 161-167.
5. Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid ke-2. Hassan R, Alatas H, Ed. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Infomedika, Jakarta, 1997; 558-562.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar, Edisi ke-6. Dian Rakyat, Jakarta, 1997; 303-365.
7. Leptomeningitis. Available from: URL: http//www.borg.labmed.umn.edu/PathClass/ neuro/clark4.html.
8. Saanin S. Meningitis Bakterial. RS. M. Jamil, FK UNAND Padang. Available from: URL: http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Bakterial.html
Meningitis termasuk dalam kedaruratan medis yang tinggi dan diagnosis dini, cepat, dan tepat merupakan hal yang penting. Adanya kecurigaan yang tinggi terhadap adanya meningitis mengharuskan kita melakukan pemeriksaan laboratorium dengan segera, karena resiko kematian atau kerusakan yang ireversible adalah sangat besar, kecuali pengobatan dimulai dengan segera. (2,3)
II. DEFINISI
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan medula spinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan subaraknoida dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medula spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. (4)
Meningitis dibagi dalam beberapa kelompok, dalam hal ini akan diuraikan tentang Meningitis purulenta atau Meningitis bakterialis, yaitu suatu peradangan selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus (purulen), disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. (5)
III. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO
¬Etiologi penyakit ini dihubungkan dengan usia penderita dan sejumlah faktor predisposisi penjamu terhadap infeksi bakteri atau perubahan respons terhadap invasi MO. Tetapi perlu diingat bahwa setiap MO dapat menimbulkan penyakit pada setiap usia. (1,6) Berikut ini tabel etiologi meningitis berdasarkan kelompok umur.
Tabel 1. Penyebab umum meningitis purulenta (1,2,5,6,7)
Organisme Kelompok Umur Ulasan
Streptococcus serogrouf B (Streptococcus agalactiae) Neonatus – usia 3 bulan Sebanyak 25% ibu membawa streptococcus serogroup B di vaginanya. Profilaksis ampisilin selama persalinan pada wanita dengan resiko tinggi (ketuban yang sudah lama pecah, demam, dll) atau pada wanita pembawa akan menurunkan kejadian infeksi pada bayi. Dilaporkan juga adanya kasus yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenza type B yang terjadi pada periode neonatal.
Escherichia coli Neonatus Merupakan penyebab pada lebih kurang 40% kasus meningitis neonatal.
Haemophilus influenza Anak-anak 5 bulan – 5 tahun Bayi < 3 bulan dapat mengandung antibodi dalam serum yang diperoleh dari ibunya dan anak umur > 3 – 5 tahun mempunyai antibodi yang kuat terhadap Haemophilus influenza (HI). Sehingga selama masa ini infeksi HI jarang terjadi. Pemberian vaksin HIB dapat menurunkan MO HI.
Organisme Kelompok Umur Ulasan
Neisseria meningitidis Bayi – 5 tahun dan orang dewasa muda Merupakan komplikasi dari meningokoksemia yang tersering yaitu fokal infeksinya dari nasofaring. Pencegahan dapat diberikan vaksin polisakarida terhadap serogrouf A, C, Y, dan W135.
Streptococcus pneumonia Semua kelompok umur Sering terjadi pada pneumonia, juga pada matoiditis, sinusitis dan fraktur tulang basiler.
Pseudomonas, Stafilococcus, Salmonella, atau Seratia Pada anak-anak > 12 tahun Jika respons penjamu terganggu atau terdapat kelainan-kelainan anatomik, maka mikroorganisme-mikroorganisme tersebut dapat menginfeksi.
Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis antara lain: 1) Infeksi sistemik maupun fokal (septikemia, otitis media supurativa kronik, demam tifoid, tuberkulosis paru-paru); 2) Trauma dan tidakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anestesi lumbal, operasi/tindakan bedah saraf); 3) Penyakit darah, penyakit hati; 4) Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi; 5) Kelainan yang berhubungan dengan imunosupression misalnya alkoholisme, agamaglobulinemia, diabetes melitus; 6) Gangguan/kelainan obstretik dan ginekologis. (1,4)
IV. PATOFISIOLOGI
Secara umum invasi kuman ke susunan saraf pusat (SSP) terjadi setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba di SSP melalui lintasan-lintasan berikut: kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke SSP perkontinuitatum. Sutura memberikan kesempatan untuk invasi secara ini. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke SSP secara langsung.(6)
Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal terkena radang dahulu. Dari arteritis itu kuman dapat tiba di liquor dan meningens serta otak. Saraf-saraf tepi juga dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman-kuman untuk tiba di SSP melalui perineurium. Sebenarnya ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau “Blood Brain Barrier”. Pada toksemia atau septikemia “blood brain barrier” (BBB) terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus, sehingga protein plasma, leukosit serta kuman dapat masuk ke SSP. Dengan demikian proses radang dan reaksi imunologi dapat berkembang di SSP. (6)
Pada meningitis purulenta paling sering terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen, berasal dari tempat infeksi yang jauh; bakteriemia sering mendahului atau terjadi bersamaan dengan meningitis. Kuman-kuman masuk ke SSP secara hematogen atau langsung menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia), dan jantung (endokarditis). Selain itu perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan trombosis sinus kavernosus. Invasi kuman-kuman (meningokok, pneumokok, haemophilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus. (1,5,6)
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke dua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit PMN dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag. (6)
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, udem otak, dan degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis purulenta dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibropurulen menyebabkan kelainan nervi kranialis (Nn. III, IV, VI, VII, dan VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorpsi CSS, sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikan. (1,4,6,7)
V. GAMBARAN KLINIS
Pada anak, gambaran klinis berbeda dengan dewasa. Umumnya meningitis purulenta terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, napsu makan berkurang, minum sangat kurang, konstipasi, diare. (1,3,4,8) Biasanya disertai septikemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada ± 44% anak dengan penyebab haemophilus influenza, 25% oleh sreptokokus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskiularis deseminata (DIC). (6)
Tada-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, Bruzinski, pontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. (4)
Pada dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi, dan takikardi karena septikemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala bisa hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah meningeal, tetapi dapat juga disebabkan oleh peningkatan tekanan intra kranial yang disertai fotofobia dan hiperestesi. Suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills).(4) Kejang terjadi sekitar 20% kasus, koma 5 – 10% kasus dan berakibat prognosis yang buruk, dan kelumpuhan saraf kranial pada 5% kasus. (8)
VI. DIAGNOSIS
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat diketahui sebabnya, letargi, muntah, kejang dan lain-lainnya, harus dipikirkan kemungkinan meningitis. Diagnosis pasti ialah dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal, apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya harus dilakukan pungsi lumbal. Kadang-kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapati kelainan apapun. Keadaan demikian ini dapat dijumpai pada penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika, tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun pungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk terjadinya meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan. (1,2,4)
Pada meningitis purulenta stadium akut terdapat leukosit PMN. Jumlah sel berkisar antara 1000 –10.000 /mm3 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000 /mm3, dapat disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000 /mm3, maka kemungkinannya adalah abses otak yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. (4)
Kadar protein meningkat umumnya di atas 75 mg%, kadar klorida umumnya di bawah 700 mg%, kadar glukosa sangat turun, bila lebih rendah dari 20 mg%, malahan bisa mencapai 0 mg%. Hal terakhir ini belum diketahui sebab-sebabnya. (4)
Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat menyokong diagnosa adalah : 1) Imunodiagnostik, yaitu pemeriksaan counter imunoelecthrophoresis dan CSS, aglutinasi lateks, dan ELISA; 2) Pneumo-angiografi; 3) Foto polos tengkorak; 4) Foto dada; 5) Pemeriksaan EEG; 6) CT scan dan MRI; 7) Pemeriksaan lainnya, tes tuberkulin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik, pemeriksaan elektrolit diperlukan pada meningitis serosa karena dapat terjadi dehidrasi dan hiponatremia terutama dalam 48-72 jam pertama. Pemeriksaan darah tepi untuk menghitung leukosit dan memperoleh gambaran hitung jenis sel. (1,2,4)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Meningismus, pada meningismus juga terjadi iritasi meningieal, nyeri kepala, kaku kuduk, tanda kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan anak yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsilitis, pneumonia, pielitis, dapat terjadi bersamaan dengan apendisitis akut, demam tifoid, erisipelas, malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak meninggalkan gejala sisa. (1,4)
Meningitis aseptik, merupaka radang selaput otak yang akut dan bersifat self limited. Dalam CSS terdapat peningkatan limfosit, tetapi CSS tetap steril dan kadar glukosa normal. (1,2,4)
Meningitis tuberkulosa, memberikan gambaran klinis yang hampir sama, namun dapat dibedakan dengan pemeriksaan lumbal pungsi, dengan gambaran CSS yang serous dan jumlah sel antara 10 – 500 /mm3 dan kebanyakan limfosit. Kadar glukosa rendah, antara 20 – 40 mg%. Kadar klorida < 600 mg%.(1,2,4)
Infeksi lain, abses otak, abses intrakranial atau spinal epidural, endokarditis bakteri disertai emboli, empiema subdural dengan atau tromboflebitis dan tumor otak dapat menunjukan gejala-gejala yang sama. Untuk membedakannya tergantung atas pemeriksaan CSS. (1,4)
VIII. KOMPLIKASI
Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, empiema subdural, ventrikulitis, abses serebri, skuele neurologis berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi CSS yang berlebih, gangguan elektrolit. Pada pengawasan yang lama mungkin akan ditemukan tanda-tanda retardasi mental, epilepsi maupun meningitis berulang. (1,4,5)
IX. PENGOBATAN
Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap di rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif. (2,5,6)
Perawatan Umum; penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat, maka penderita perlu dirawat di ruang isolasi. Penderita yang dalam keadaan renjatan dan koma harus memperoleh perawatan dan pengobatan yang intensif. Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat, perlu diberikan oksigen dan apabila terjadi respiratori distress maka perlu pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi. (4)
Pemberian caiaran parenteral harus dipantau secara seksama. Adanya dehidrasi harus diperbaiki. Keseimbangan antara cairan yang masuk dan keluar harus dijaga sebaik-baiknya. Dalam rangka pemberian cairan ini, unsur elektrolit diperhitungkan. Dengan demikian keseimbangan elektrolit harus dipertahankan. Adanya hiponatremi atau hipokalemi, harus segera diatasi. (3,4)
Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah kemungkinan adanya kejang, DIC, hiperpireksia, udem otak, dekubitus, flebitis, serta kekurangan gizi (dietnya). (4)
Penanganan status konvulsivus; bila masuk status konvulsivus diberikan diazepam 0,5 mg/kgbb/kali intravena yang dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama, tetapi diberikan secara intramuskuler. Setelah kejang dapat diatasi, berikan penobarbital untuk dosis awal neonatus 30 mg, anak < 1 tahun 50 mg, anak > 1 th 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumatan diberikan penobarbital dengan dosis 8 – 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4 – 5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua dosis. Bila tidak tersedia diazepam dapat diberikan langsung penobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumatan. (5)
Pemberian antibiotika, pemberian antibiotika harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri penyebab dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan spektrum luas dan sebaiknya diberikan secara parenteral. Karena penyebab utama meningitis purulenta di Indonesia (Jakarta) ialah haemophilus influenza dan pneumokokus, sedangkan meningokokus jarang sekali, maka diberikan ampisilin intravena sebanyak 200 – 400 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 – 6 dosis ditambah kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukan hasil yang normal, pengobatan seperti tersebut di atas masih dilanjutkan dua hari lagi, tetapi bila masih belum normal pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang sama seperti di atas atau diganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman. (1,3,4,5,8)
Meningitis purulenta menduduki tempat tersendiri karena biasanya disebabkan oleh basil Coliform dan Stafilokokus, malahan di RSCM 40,5% dari kasus yang disebabkan Salmonela sp. Maka pengobatan yang dianjurkan sebagai berikut: Pilihan pertama Sefalosporin 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam dua dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kgbb/hari intravena dilanjutkan dengan 15 mg/kgbb/hari atau dengan gentamisin 6 mg/kgbb/hari masing-masing dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan pada neonatus ialah 21 hari. Sefalosporin dan Kotrimoksazol tidak diberikan pada bayi berumur < 1 minggu. (1,4,8)
X. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan beberapa penyakit pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan ditegakkannya diagnosis, antibiotika yang diberikan, serta adanya kondisi patologik lainnya yang menyertai meningitis. (5)
KEPUSTAKAAN
1. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak – Nelson, Edisi ke-12, Bagian ke-2. Nelson WE, Ed. EGC, Jakarta, 1993; 33-40.2. Jawetz E, Menlick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi ke-20. EGC, Jakarta, 1995; 699-719.
3. Garna H, Widjaya J, Rustama DS, Rahman O, Sjahrodji AM. Pedoman Terapi Ilmu Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. Bina Budaya Bandung, Bandung, 1993; 107-109.
4. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. PERDOSSI. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1996; 161-167.
5. Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid ke-2. Hassan R, Alatas H, Ed. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Infomedika, Jakarta, 1997; 558-562.
6. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar, Edisi ke-6. Dian Rakyat, Jakarta, 1997; 303-365.
7. Leptomeningitis. Available from: URL: http//www.borg.labmed.umn.edu/PathClass/ neuro/clark4.html.
8. Saanin S. Meningitis Bakterial. RS. M. Jamil, FK UNAND Padang. Available from: URL: http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Bakterial.html
Langganan:
Postingan (Atom)