BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu tujuan yang ingin dicapai
dalam Pembangunan Menuju Indonesia Sehat 2015 yang diadopsi dari Millennium Development Goals (MDGs-2015) ialah
membawa pembangunan kearah yang lebih adil bagi semua pihak, bagi manusia dan
lingkungan hidup, bagi laki-laki dan perempuan, bagi orang tua dan anak-anak,
serta bagi generasi sekarang dan generasi mendatang. Salah satu sasarannya
adalah penurunan Angka Kematian Anak. Program
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada anak merupakan salah satu pemberantasan penyakit
yang termasuk dalam Program
Pembangunan Nasional. (Depkes RI, 2010).
Penyakit saluran pernapasan merupakan
salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling penting pada anak. Salah
satu penyakit saluran pernapasan pada
anak adalah pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit yang sering
terjadi dan setiap tahunnya menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk di
Amerika Serikat. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia
tetap merupakan penyebab kematian terbanyak keenam di Amerika Serikat (Price & Wilson, 2006).
Munculnya organisme
nosokomial yang didapat dari rumah sakit yang resisten terhadap antibotik, ditemukannya
organisme – organisme yang baru (seperti Legionella),
bertambahnya jumlah penjamu yang lemah daya tahan tubuhnya dan adanya penyakit
seperti AIDS semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan penyebab–
penyebab pneumonia, dan ini menjelaskan mengapa pneumonia masih merupakan
masalah kesehatan yang mencolok (Price & Wilson, 2006).
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat
sebagai masalah kesehatan utama pada anak dinegara berkembang. Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima
tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia,
lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional
(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia
disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama peumonia (Nastiti
N.Rahajoe dkk, 2010).
Terdapat berbagai faktor resiko yang
menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita dinegara
berkembang. Faktor resiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa
bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat
ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi
kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terdapat polusi udara (polusi industri atau
asap rokok) (Nastiti N.Rahajoe dkk,
2010).
Bayi dan anak kecil lebih rentan
terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang
dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi pada
orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu. Pasien peminum
alkohol, pasca bedah, dan penderita penyakit pernpasan kronik atau infeksi
virus juga mudah terserang penyakit ini. Hampir 60% dari pasien-pasien yang
kritis di ICU dapat menderita pneumonia, dan setengah dari pasien-pasien
tersebut akan meninggal (Price
& Wilson, 2006).
Di negara
berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus Pneumoniae, Haemophilus
Influenzae, dan Staphylococcus Aureus.
Di negara maju, pneumonia pada ank terutama disebabkan oleh virus, dismaping
bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk melakukan penelitian
pneumonia pada anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32% , campuran bakteri dan virus
30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang paling banyak ditmukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan Virus
Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus Pneumoniae, Haemophilus
Influenzae tipe B, dan Mycoplasma
Pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi
infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia dibawah 2 tahun
(Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010).
Di Sungai Penuh,
berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Sungai Penuh jumlah kejadian
pneumonia bertambah setiap tahunnya. Data tahun 2011 menyebutkan
bahwa dari 6 puskesmas utama
yang ada di Kota Sungai Penuh
jumlah pertama terbesar ada di Puskesmas Rawang dengan jumlah 89 penderita selama tahun
2011 (Dinkes Kota Sungai Penuh, 2011). Berdasarkan
data yang diperoleh dari laporan bulanan Puskesmas Rawang, setiap bulannya (dari bulan Januari sampai November
2011) berkisar 10-20 penderita setiap bulannya. Dan jumlah terbesar berada pada kisaran usia 1–4 tahun (Laporan bulanan Puskesmas Rawang,
2011). Secara sistematis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Table
1.1
REKAPITULASI LAPORAN PROGRAM P2 ISPA
|
|||||||||
DINAS KESEHATAN KOTA SUNGAI PENUH
|
|||||||||
TAHUN 2011
|
|||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||
NO.
|
PUSKESMAS
|
JUMLAH PENDUDUK
|
JUMLAH BALITA
|
REALISASI PENEMUAN PENDERITA
|
|||
PNEUMONIA
|
PNEUMONIA BERAT
|
||||||
< 1 TH
|
1-4 TH
|
< 1 TH
|
1-4 TH
|
||||
1
|
Sungai Penuh
|
21398
|
457
|
2
|
4
|
0
|
0
|
2
|
Rawang
|
14963
|
358
|
8
|
89
|
0
|
0
|
3
|
Kumun
|
9549
|
179
|
11
|
8
|
0
|
0
|
4
|
Desa Gedang
|
10326
|
145
|
5
|
16
|
0
|
1
|
5
|
Tanah Kampung
|
8603
|
168
|
0
|
0
|
0
|
0
|
6
|
Koto Baru
|
18050
|
287
|
3
|
2
|
0
|
0
|
TOTAL
|
82889
|
1594
|
29
|
119
|
0
|
1
|
Sumber : Dinas
Kesehatan Kota Sungai Penuh, 2011
Berdasarkan survey
pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Rawang pada tanggal 20 Desember 2011, pada 14 balita yang terkena
pneumonia, 7 diantaranya terjadi
pada anak usia 1- 4 tahun dan 2 orang disebabkan oleh status
imunisasi yang tidak lengkap, dan 1 orang menderita malnutrisi, 4 orang tidak mendapatkan
ASI ekslusif. Berdasarkan fenomena
diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang Faktor – Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Kecamatan
Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011. Tapi tidak semua variabel yang diteliti karena keterbatasan waktu
dan biaya. Variabel yang diteliti adalah umur
anak, status gizi, status imunisasi, dan pemberian ASI ekslusif.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
Faktor-Faktor
Apa saja Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas
Kecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011 ?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan
Umum
Diketahuinya
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas
Kecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
2.
Tujuan
Khusus
a. Diketahuinya
distribusi frekuensi kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan
Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
b. Diketahuinya
distribusi frekuensi umur balita di Puskesmas Kecamatan Hamparan Rawang Kota
Sungai Penuh Tahun 2011.
c. Diketahuinya
distribusi frekuensi status imunisasi balita di Puskesmas Kecamatan Hamparan
Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
d. Diketahuinya
distribusi frekuensi status gizi balita di Puskesmas Kecamatan Hamparan Rawang
Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
e. Diketahuinya
distribusi frekuensi pemberian ASI Ekslusif pada balita di Puskesmas Kecamatan
Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
f. Diketahuinya
hubungan Umur anak dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan
Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
g. Diketahuinya
hubungan Status Imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas
Kecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
h. Diketahuinya
hubungan Status Gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan
Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
i.
Diketahuinya hubungan Pemberian ASI Ekslusif
dengan kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan Hamparan Rawang
Kota Sungai Penuh Tahun 2011.
D.
Manfaat
Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai
bahan untuk mengembangkan kemampuan dalam melakukan penelitian , menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan serta pengalaman dalam mengumpulkan, memproses,
dan menganalisa data yang diperoleh dari hasil penelitian.
2. Bagi Puskesmas
Sebagai
bahan pertimbangan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan serta
pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan khususnya Pneumonia pada
balita.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan
sumbangan agar dapat dimanfaatkan dengan baik bagi mahasiswa kesehatan
khususnya mahasiswa S1-Keperawatan STIKES Indonesia Padang .
4. Bagi Peneliti Berikutnya
Sebagai bahan referensi, data dasar dan data
pembanding untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia pada balita.
E.
Ruang
Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Rawang
Kota Sungai Penuh tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Pneumonia pada
Balita. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Desember sampai
Agustus 2012. Dalam penelitian
ini, variabel independennya
adalah factor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita diantaranya Umur anak,
Status imunisasi, Status Gizi dan Pemberian ASI, sedangkan variabel dependennya adalah
kejadian Pneumonia pada Balita. Yang menjadi responden pada penelitian ini adalah
semua ibu balita dengan pneumonia yang datang ke Puskesmas Rawang untuk berobat. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembaran
kuesioner dengan rancangan cross sectional study menggunakan metode analitik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pneumonia
1.
Defenisi
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada
parenkim paru.(Cecily L. Betz dkk, 2002). Pneumonia, inflamasi parenkim paru,
merupakan hal yang umum selama masa kanak-kanak tetapi lebih sering terjadi
pada masa bayi dan masa kanak-kanak awal (Donna L. Wong, 2004 ). Pneumonia
ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiolgi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing. (Dr.Rusepno Hassan dkk, 2007).
Pneumonia adalah peradangan paru biasanya disebabkan
oleh infeksi bakteri (stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus), atau virus
(respiratory syncytial virus) (Kathleen Morgan Speer, 2008). Peradangan pada
paru yang tidak saja mengenai jaringan paru tapi dapat juga mengenai bronkhioli
(dr. taufan nugroho, 2011).
2.
Etioligi
Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma
pneumonia, jamur, aspirasi, pneumonia hypostatic, dan sindrom Loeffler.
Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi primer atau komplikasi dari suatu
penyakit virus, seperti morbilli atau varicella (Nursalam, dkk,2008).
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
meliputi Streptococcus group B dan
bakteri gram negatif seperti E. colli,
Pseudomonas sp, dan Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih
besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae, Haemophilus Influenzae, dan Staphylococcus Aureus, sedangkan pada anak
yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae (Nastiti
N.Rahajoe dkk, 2010).
Streptococcus
Pneumoniae (pneumokokus) adalah penyebab yang
paling sering dari pneumonia bakteri, baik yang didapat dari masyarakat
(kira-kira 75% dari semua kasus) maupun dari rumah sakit. Staphylococcus Aureus (kokus gram positif) dan asil aerobik gram
negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella Pneumoniae, dan E. colli menyebabkan
sebagian besar pneumonia nosokomial (Price
& Wilson, 2006).
3.
Klasifikasi
a. Pembagian
anatomis:
1) Pneumonia
lobaris
Biasanya
gejala penyakit datang mendadak, tetapi kadang-kadang didahului oleh infeksi
traktus respiratorius bagian atas. Pada
anak besar bisa disertai badan menggigil dan pada bayi disertai kejang. Suhu
naik cepat sampai 39-40C dan suhu ini biasanya tipe febris kontinua. Nafas
menjadi sesak, disertai nafas cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan
mulut dan nyeri pada dada (Dr Rusepno Hasan dkk, 2007)
Anak
lebih suka tiduran pada dada yang sakit. Batuk mula-mula kering kemudian
menjadi produktif. Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang khas tampak setelah
1-2 hari. Pada permulaan suara pernafasan melemah sedangkan pada perkusi tidak
jelas ada kelainan. (Ngastiyah, 2005)
2) Pneumonia
lobularis (Bronkopneumonia)
Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan
adanya napas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik
tergantung daripada luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering
tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki
basah, nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu
(konfluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pada suara
pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki
terdengar lagi. (Ngastiyah, 2005)
Bronchopneumonia
lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tubuh. Sebagian infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada
anak-anak dan orang tua. Beberapa keadaan yang dapat berkomplikasi
bronchopneumonia ialah: pertussis, morbilli, penyakit infeksi lain yang
disertai demam, infeksi saluran pernafasan bagian atas, penyakit jantung, gizi
buruk, alkoholisme menahun, keadaan pasca bedah dan keadaan terminak sesudah
penyakit lama. (dr. Sutisna Himawan, 1990)
3) Pneumonia
interstitialis (bronkiolitis)
Bronkiolitis
akut ialah suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi atau
anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan. Bronkiolitis
akut sebagian besar disebabkan oleh respiratory syncyal virus (50%).
(Ngastiyah, 2005)
b. Pembagian
pneumonia bakteri:
1) Pneumonia
stafilokokus
Pneumonia
stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus
aureus, tergolong pneumonia yang berat karena cepat menjadi progresif dan
resisten terhadap pengobatan. Pada umumnya pneumonia ini diderita bayi, yaitu
30% di bawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun (Dr. Rusepno Hassan dkk,
2007)
2) Pneumonia
streptokokus
Grup
A Streptokokus hemolyticus biasanya
menyebabkan infeksi traktus respiratorius bagian atas, tetapi kadang-kadang
dapat juga menimbulkan pneumonia. Pneumonia streptokokus sering merupakan
komplikasi penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi
bakteri lain seperti pertusis, pneumonia pneumokokus. (Dr. Rusepno Hassan,
2007)
3) Pneumonia
pneumokokus
Pneumokokus
merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus
dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari
80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,9. Angka kejadian tertinggi
ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan berkurangnya umur.
Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi (Dr. Rusepno
Hassan, 2007).
Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat
diklasifikasikan secara sederhana berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini
bukanlah merupakan diagnose medis dan hanya bertujuan untuk membantu para
petugas kesehatan yang berada di lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu
diambil, sehingga anak tidak terlambat mendapatkan penanganan. Klasifikasi
tersebut adalah:
a. Pneumonia
berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala:
1) Ada
tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu
memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis / tidak sadar.
2) Terdapat
tarikan dinding dada dalam
3) Terdapat
stridor (suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi)
b. Pneumonia,
apabila terdapat gejala napas cepat. Batasan napas cepat adalah:
1) Anak
usia 2-12 bulan apabila frekuensi napas 50x/menit atau lebih
2) Anak
usia 12 bulan-5tahun apabila frekuensi napas 40x/menit atau lebih
c. Batuk
bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat
berat.
(DR.Nursalam,M.Nurs
dkk,2008).
4.
Patogenesis
Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis,
cairan edema masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak,
kemudian makrofag akan membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa
meluas lebih jauh lagi ke segala atau lobus yang sama, atau mungkin ke bagian
lain dari paru-paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui saluran
limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran darah dan pluro viscelaris. Karena
jaringan paru mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan comlience paru menurun,
serta aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt kanan ke
kiri dengan ventilasi perfusi yang mismatch,
sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja jantung mungkin meningkat oleh karena
saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnie. Pada keadaan yang berat bisa
terjadi gagal nafas (DR.Nursalam,M.Nurs dkk,2008).
Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis
dari Pneumonia pneumococcus
merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumococcus umumnya
mencapai alveoli lewat percikan mucus atau
saliva. Lobus bagian bawah paru paling
sering terkena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka Pneumococcus
menimbulkan respon khas yang terdiri dari empat tahap yang berurutan, yaitu:
a. Kongesti (4-12 jam pertama): eksudat serosa masuk
krdalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor
b. Hepatisasi
Merah (48 jam
berikutnya): paru tampak merah dan bergranula
karena sel-sel eritrosit, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.
c. Hepatisasi
Kelabu (3-8 hari): paru
tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi didalam alveoli
yang terserang
d. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula
(Price and Wilson,2006: 806).
5.
Manifestasi
klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat
jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin
terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Beberapa factor yang mempengaruhi gambaran klinis
pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada
bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi nonifeksi
yang relatif lebih sering, dan factor
pathogenesis. Di samping itu, kelompok usia pada anak merupakan factor penting
yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan
dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak
bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Gejala
infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare; kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
b. Gejala
ganguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis
tanda klinis seperti pekak perkusi,suara nafas melemah, dan ronki. Akan tetapi
pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan
tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.
Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit
kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan gastrointestinal seperti mntah dan
diare. Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi
subkosta (chest indrawing), nafas cuping hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit
ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivis, otitis media, faringitis,
dan laryngitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit dengan lututtertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada
infiltrate alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia
yang bermakna. Bila terjadi epusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada
tertinggal di daerah efusi. Gerakan dada juga akan terganggu bila terdapat
nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak nafas
semakin bertambah,tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi
nyeri tumpul.
Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat
pneumonia lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen
data menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai apendisitis.abdomen
mengalami distensi akibat dilatasi lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau
ileus paralitik. Hati mungkin teraba karena tertekan oleh diafragma, atau
memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi
pneumonia (Nastiti N. Rahajoe dkk, 2008).
Tanda- tanda klinis utama termasuk
hal-hal berikut ini:
a. Batuk
b. Dispnea
c. Takipnea
d. Sianosis
e. Melemahnya
suara nafas
f. Retraksi
dinding toraks
g. Napas
cuping hidung
h. Nyeri
abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya)
i.
Batuk paroksismal mirip pertusis
(umumnya terjadi pada anak yang lebih kecil)
j.
Anak-anak yang lebih besar tidak nampak
sakit
(Cecily
L. Betz dkk, 2002).
6.
Pencegahan
a. Menghindarkan
bayi/anak dari paparan asap rokok, polusi udara dan tempat keramaian yang
berpotensi penularan.
b. Menghindarkan
bayi/anak dari kontak dengan penderita ISPA.
c. Membiasakan
memberikan ASI.
d. Segera
berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek terlebih jika
disertai suara serak, sesak nafas dan adanya retraksi.
e. Periksakan
kembali jika dalam dua hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke rumah
sakit jika kondisi anak memburuk.
f. Pemberian
vaksinasi
g. Vaksin
Pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumonia)
h. Vaksin
Flu
i.
Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia
karena Haemophillus influenzae type b)
B.
Faktor
Resiko Penyebab Terjadinya Pneumonia pada Balita
1.
Umur
Anak
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan
penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis, dan strategi pengobatan (Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010).
Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit
ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang denga baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang
terakhir terjadi pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik
tertentu (Price &
Wilson, 2006).
Faktor umur dapat
mengarahkan kemungkinan penyebab atau etiologi pneumonia (Ostapchuk, 2004).
a.
Group
B Strepptococcus dan gram negatif
bakteri enterik merupakan penyebab yang paling umum pada neonatal ( bayi
berumur 0-28 hari) dan merupakan transmisi vertikal dari ibu sewaktu
persalinan.
b.
Pneumonia
pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering adalah bakteri,
biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae
(Correa, 1998)
c.
Balita
usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus merupkan penyebab tersering dari pneumonia,
yaitu respiratory syncytial virus.
(Depkes RI, 2009).
2.
Status
Imunisasi
Kekebalan
dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9
bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan
kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk
tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah
satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia
adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan
imunisasi.
Imunisasi
dasar adalah imunisasi wajib yang sesuai Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
yang terdiri dari BCG untuk mencegah penyakit tuberculosis, DPT untuk mencegah
penyakit diphteri, pertusis dan tetanus, imunisasi campak untuk mencegah
penyakit campak, imunisasi polio untuk mencegah penyakit polio, dan Hepatitis B
untuk mencegah penyakit Hepatitis B (Ranuh, 2005).
Imunisasi
yang penting berkaitan dengan pneumonia antara lain imunisasi DPT, campak,
pneumokokus, dan Hib. Imunisasi DPT dan campak adalah imunisasi wajib yang
harus diberikan pada anak, sedangkan imunisasi pneumokokus dan Hib merupakan
imunisasi anjuran yang dapat diberikan pada anak karena memberikan kekebalan
terhadap kuman penyebab pneumonia.
Jenis-jenis
imunisasi yang berhubungan dengan kejadian pneumonia adalah :
a.
DPT
Imunisasi ini diberikan
untuk mnimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit
diftia, tetanus dan pertusis (batuk rejan) yang salah satu gejala dari penyakit
pertusis adalah infeksi saluran pernafasan. Imunisasi ini diberikan lima kali
pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 18 bulan, dan 5 tahun.
b.
Vaksin Campak
Imunisasi ini bertujuan
untuk mendapatkan kekebalan terhadp penyakitcampak secara aktif dan komplikasi dari
penyakit campak dapat menyebabkan pneumonia. Imunisasi ini diberikan pada usia
9 bulan.
c.
Hib
Imunisasi ini bertujuan
untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus
Influenza type B dan diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 15
bulan.
d.
Pneumokokus
Imunisasi ini bertujuan
untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus
Pneumonia dan diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.
(Depkes RI, 2009).
3.
Status
Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbs,
transportasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat sisa untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energy (Supariasa
dkk, 2002). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier).
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi
timbulya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik
seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan
kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu
penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000).
a.
Under nutrition: kekurangan konsumsi
pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu
b.
Specific defisiency: kekurangan zat gizi
tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain
c.
Over nutrition: kelebihan konsumsi
pangan untuk periode tertentu
d.
Imbalance: karena disproporsi zat
gizi, misalnya: kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density
Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density
Lipoprotein).
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran
baku yang sering disebut Reference. Baku
antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS (I Dewa Nyoman Supariasa dkk, 2002).
Tabel 2.1
Klasifikasi status gizi
Balita berdasarkan WHO-NCHS
Indeks
|
Status Gizi
|
Ambang Batas
|
Berat badan menurut umur ( BB/U)
|
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
Gizi lebih
|
≥ -2 SD s/d +2 SD
< -2 SD s/d ≥ -3 SD
< -3 SD
> + 2 SD
|
Tinggi badan menurut umur (TB/U)
|
Normal
Pendek
|
≥ -2 SD
≥ -3 SD s/d < -2 SD
|
Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
|
Normal
Kurus
Kurus sekali
Gemuk
|
≥ -2 SD s/d +2 SD
≥ -3 SD s/d < -2 SD
< -3 SD
> + 2 SD
|
4.
Pemberian
ASI Ekslusif
WHO dan UNICEF mendefenisikan pemberian makan bayi
yang optimal adalah pemberian ASI ekslusif mulai dari saat lahir hingga 4-6
bulan dan makanan tambahan yang sesuai diberikan ketika bayi sudah berumur 6
bulan. ASI merupakan makanan yang higienis, murah, mudah diberikan, dan
penelitian menunjukkan perkembangan kognitifnya lebih tinggi dari pada bayi
yang mendapat susu formula (Gibney, 2009)
ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan
selain sebagai bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari
penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan
virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang
dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000).
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Desain
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
analitik dengan menggunakan desain cross
sectional study, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen (umur anak, status gizi, status imunisasi, dan
pemberian ASI ekslusif) dengan
variabel dependen (kejadian pneumonia pada balita) pada waktu bersamaan
(Notoatmodjo, 2005 ).
B.
Tempat
& Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh. Penelitian ini dilakukan mulai
bulan Desember 2011 sampai bulan Agustus 2012.
C.
Populasi
& Sampel Penelitian
1.
Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah semua balita yang
ada di wilayah kerja Puskesmas Rawang Kota Sungai Penuh yaitu sebanyak 938
orang.
2.
Sampel
a.
Besar
Sampel
Jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 orang yang didapat dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
(Notoatmodjo, 2005: 92)
Jadi,
=
=
=
= 90, 36 = 90 orang
b.
Teknik
Pengambilan Sampel
Dalam
penelitian ini peneliti memilih multi
stage random sampling, yaitu pertama dengan mengundi desa yang mungkin
terpilih menjadi tempat pengambilan sampel, sehingga didapat 3 desa, yaitu Desa
Koto Teluk, Desa Kampung Diilir, dan Desa Koto Dian. Kemudian peneliti mengundi
populasi yang bakal menjadi sampel yang terdapat dalam 3 desa tersebut.
Untuk
mengundi yaitu dengan mengambil 20% dari 938, mendapatkan hasil 188, kemudian
mendapatkan hasil mendapatkan hasil 4 diundi
mengeluarkan angka 3 sehingga didapatkan 3,6,9 dan seterusnya sampai berjumlah
90 orang.
c.
Kriteria
Sampel
Inklusi
:
1)
Balita-balita
yang terdiagnosis pneumonia
2)
Orang tua balita bersedia menjadi
responden
3)
Tidak buta aksara
4)
Pada saat penelitian responden berada
dirumah
Ekslusi
:
1)
Ibu
balita tidak bersedia menjadi responden
2)
Pada
saat penelitian responden tidak berdomisili di desa tersebut.
3)
Buta
aksara
D.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Jenis
Data
Data
yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder
a. Data
Primer
Data umur,
status imunisasi dan pemberian ASI ekslusif diperoleh melalui wawancara
langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner, sedangkan status gizi
ditentukan secara antropometri dengan mengukur berat badan menurut umur.
b. Data Sekunder
Data diperoleh
dari Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh tentang Kejadian
Pneumonia pada balita di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh, data
dari Puskesmas Rawang tentang jumlah balita diwilayah binaan.
2.
Instrumen
Penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan
kepustakaan dan observasi serta lembar observasi untuk data yang diamati
langsung oleh peneliti.
3.
Langkah-langkah
pengumpulan data
Adapun
pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti meliputi :
a. Meminta
surat izin penelitian dari Institusi Pendidikan yaitu dari akademik Prodi
S1-Keperawatan STIKES Indonesia.
b. Mengurus
perizinan dari Dinas Kesehatan Kota Sungai Penuh untuk mengambilan data tentang
kejadian Pneumonia.
c. Mengurus
Perizinan untuk melakukan penelitian dari Puskesmas Kecamatan Hamparan Rawang Kota Sungai Penuh.
d. Meminta
persetujuan dari responden yaitu ibu balita yang menderita Pneumania dengan
menandatangani surat persetujuan/ inform
consent menjadi responden.
e. Melakukan wawancara dengan orang tua yang balitanya
terkena pneumonia
4.
Teknik
Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dalam suatu penelitian
merupakan suatu langkah yang sangat penting agar data yang diperoleh dapat
memberikan jawaban atau gambaran informasi tentang penelitian untuk melakukan
pengolahan data. Data diolah secara komputerisasi dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a.
Menyunting
Data (Editing)
Setelah
data dari responden didapati, peneliti
memeriksa kembali semua jawaban yang telah diisi oleh responden di kuesioner
dan melihat kelengkapannya. Didapati dari
responden semua jawaban kuesioner telah lengkap.
b.
Mengkode
Data (Coding)
Setelah
data lengkap, peneliti memberikan pengkodean data dengan penyederhanaan jawaban dengan
cara mengganti huruf dengan skor seperti berikut :
Variabel kejadian
pneumonia, apabila terjadi pneumonia diberi kode 0, jika tidak terjadi
pneumonia diberi kode 1. Variabel status gizi, apabila status gizi nya baik
diberi kode 1, jika tidak baik diberi kode 0. Untuk variabel pemberian ASI
ekslusif dan status imunisasi apabila jawaban benar diberi nilai 1, jika salah
diberi nilai 0.
c. Membuat Struktur Data (Tabulating)
Selanjutnya
peneliti menyusun data yang tersedia menurut urutan, mengelompokkan data dan menghitung jumlah masing-masing variabel, memindahkan variabel yang telah
dikelompokkan kedalam tabel yang disiapkan.
d.
Memasukkan
Data (Entry)
Selanjutnya
peneliti menuangkan data yang diperoleh ke dalam master tabel secara
komputerisasi dengan
baris responden dan pada kolom berisi pertanyaan.
e.
Membersihkan
Data (Cleaning)
Kemudian
data diperiksa ulang kembali dengan melibatkan distribusi frekuensi dan
mendapatkan nilai yang logis dan tidak ditemukan kesalahan pada data.
E.
Analisa
Data
1. Analisa
Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mengetahui
gambaran distribusi dan presentase dari masing-masing variabel penelitian, baik
variabel independen maupun variabel dependen. Sehingga diketahui distribusi
frekuensi Umur anak, Status imunisasi, Status Gizi dan Pemberian ASI dengan
kejadian Pneumonia pada balita.
2. Analisa
Bivariat
Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan
dua variabel yaitu variabel independen yang meliputi Umur anak, Status
imunisasi, Status Gizi dan Pemberian ASI dengan variabel dependen yaitu kejadian
Pneumonia pada balita. Pengujian dilakukan dengan menggunakan chi square menggunakan program SPSS
versi 11,5. Dalam mengambil keputusan uji statistik digunakan batas bermakna 0,05 dengan ketentuan bermakna apabila p <
0,05
dan tidak bemakna apabila p > 0,05.
F.
Kerangka
Teori dan Kerangka Konsep
Terdapat berbagai faktor resiko yang
menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita dinegara
berkembang. Faktor resiko tersebut adalah pneumonia yang terjadi pada masa
bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat
ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi
kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terdapat polusi udara (polusi industri atau
asap rokok) (Nastiti N.Rahajoe dkk,
2010).
Sedangkan menurut teori yang terdapat
dalam buku ilmu kesehatan anak yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah
anak dengan daya tahan tubuh menurun, anak dengan penyakit menahun, anak dengan
malnutrisi, anak dengan trauma paru dll. Adapun faktor yang diteliti adalah usia, penyakit pernafasan kronik dan
malnutrisi. Maka kerangka konsep yang muncul berdasarkan teori diatas adalah :
Bagan
3.1
Kerangka
Teori
Faktor
Resiko Pneumonia Pada Anak
·
Anak dengan daya tahan tubuh yang
menurun
·
Anak dengan trauma paru atau
kelainan struktur dada atau paru-paru
·
Anak dengan malnutrisi
·
Anak dengan defisiensi sistem
imun.
·
Anak dengan penyakit menahun
·
Faktor antrogen seperti anastesi,
aspirasi
·
Anak dengan pengobatan
antidiotika yang tak sempurna
|
Pneumonia
|
Faktor-Faktor Risiko Pneumonia
pada bayi :
§ berat
badan lahir rendah (BBLR)
§ tidak
mendapat imunisasi,
§ tidak
mendapat ASI yang adekuat
§ malnutrisi
§ defisiensi
vitamin A,
§ tingginya
prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring,
§ tingginya
pajanan terdapat polusi udara (polusi
industri atau asap rokok)
|
Sumber:
ilmu kesehatan anak vol. 3 Universitas Indonesia
Sumber
: Nastiti N.Rahajoe dkk, 2010
Bagan
3.2
Kerangka
Konsep
Variabel
Independen Variabel Dependen
Umur
anak
|
Status
imunisasi
|
Pemberian
ASI
|
Status
Gizi
|
PNEUMONIA
|
G.
Defenisi
Operasional
Tabel
3.1
Defenisi
Operasional
Variabel
|
Defenisi Operasional
|
Alat Ukur
|
Cara Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
Dependen
Pneumonia
|
Penyakit parenkim paru yang terjadi
pada balita ditandai dengan nafas ≥ 40 kali/menit & suhu ≥ 37,5°C
|
Lembar
observasi
|
Observasi
|
1.
Positif Pneumonia
2.
Negatif Pneumonia
|
Ordinal
|
Independent
Umur
anak
|
Batasan dimana anak mudah terkena
infeksi pneumonia
|
Lembar
kuesioner
|
Wawancara
|
1.
< 1 tahun
2.
1-4 tahun
|
Ordinal
|
Status
imunisasi
|
Imunisasi yang
sudah diterima pada anak sesuai usia 0-12 bulan , imunisasi yang diteliti
didalam penelitian ini adalah riwayat imunisasi DPT dan campak.
|
Lembar
kuesioner
|
Wawancara
|
1.
Imuniasi lengkap
2.
Imunisasi tidak lengkap
|
Ordinal
|
Status
Gizi
|
Keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makana dan status gizi ditentukan menggunakan
antropometri berat badan per umur
|
Timbangan
berat badan
|
Menimbang
berat badan
|
1.
Gizi baik
2.
Gizi kurang
|
Ordinal
|
Pemberian
ASI ekslusif
|
Pemberian ASI sedini
mungkin setelah persalinan tanpa tambahan cairan lain dan tanpa tambahan
makanan padat smpai bayi berusia 6 bulan
|
Lembar
kuesioner
|
Wawancara
|
1.
ASI ekslusif
2.
Bukan ASI ekslusif
|
Ordinal
|
H.
Hipotesis
Penelitian
1. Ada
hubungan Umur anak dengan kejadian pneumonia pada balita.
2. Ada
hubungan Status Imunisasi dengan kejadian pneumonia pada balita.
3. Ada
hubungan Status Gizi dengan kejadian pneumonia pada balita.
4. Ada
hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian pneumonia pada balita.